MENDENGAR AKTIF ( Bagian1)
(Tulisan
ini adalah intisari pengajaran dalam Pelatihan Menjadi Orang Tua Efektif
(Parent Effectiveness Training) tentang Cara “Mendengar Aktif” yang programnya
dirancang oleh Dr. Thomas Gordon, seorang ahli Psikologi Klinis dari AS.)
Pada
umumnya sikap orang tua terhadap anaknya cenderung berperan sebagai penguasa,
pengendali dan pemaksa keputusan dari setiap masalah, tak peduli masalah anak
sekalipun. Hampir dalam setiap kesempatan anak cuma didudukan sebagai boneka
tanpa hak untuk membela pendapatnya.
Betapa banyak
orang tua yang begitu fasih mendendangkan syairnya kepada anak: ”Belajar!
Jangan main melulu”, ”Kamu nggak boleh membantah!”. “Ini semua kan demi kamu”,
“Pokoknya lakukan saja apa yang ibu bilang!”,
“Ayah lebih tahu daripada kamu”, dsb. Itulah antara lain contoh ucapan
orang tua yang merendahkan anak. Makanya jangan heran kalau kemudian ada anak
yang lari dari orang tua, baik secara fisik maupun psikologis.
Sekarang, mari kita melihat berbagai
pantangan-pantangan komunikasi di bawah ini, yang merupakan “12 pantangan dalam
Komunikasi Mendengar Aktif” :
1.
Hindari memerintah
(menekan anak untuk melakukan sesuatu). Tabukan menyampaikan kalimat perintah,
seperti, “Bantu Ibu sekarang juga”. Jauhi juga semua ucapan potong kompas yang
diembel-embeli kata “jangan”. Jadi, yang namanya larangan “jangan begini,
jangan begitu” mesti ditinggalkan dari kamus percakapan antara orang tua dengan
anak.
2.
Hindari mengancam
(mengatakan akibat-akibat yang akan terjadi kalau anak melakukan sesuatu),
misalnya “Kalau kamu tidak mau belajar, sebaiknya kamu hidup di hutan saja”
atau “Sekali lagi kamu ngomong jorok, Ibu tampar kamu”
3.
Hindari memberi
khotbah (menjelaskan apa yang boleh atau seharusnya dilakukan). Lebih baik
segera hapuskan dari kebiasaan semua perkataan “kamu nggak boleh atau “kamu
harus…”
4.
Hindari menasehati
(memberi saran atau penjelasan cara menyelesaikan suatu masalah). Seperti
“lebih baik kamu mengalah” atau “Lewat sini saja biar nggak jatuh”
5.
Hindari memberi
kuliah (mempengaruhi anak dengan membeberkan fakta, alasan, logika, atau
pendapat pribadi). Kira-kira seperti ini: “Waktu Bapak seumur kamu, Bapak sudah
bisa cari duit sendiri “
6.
Hindari menilai
negatif, baik itu mengkritik, mencela, melecehkan, mengejek ataupun
menyalahkan. Misalnya, “Begitu saja nggak bisa” atau “Maklum, namanya juga
cewek”
7.
Hindari menjuluki.
Seperti “Bodoh kamu” atau Dasar kamu anak manja”
8.
Hindari menganalisis
(mengatakan mengapa anak sampan melakukan atau mengatakan sesuatu). Misalnya si
anak mengadu setengah putus asa “Payah deh, pak, grup sepak bola kami kalah
telak”. Sungguh tidak bijaksana kalau orang tua lantas menjawab “Habis, kalian
kurang serius berlatih sih”
9.
Hindari
memuji. “Kamu kan
cantik” atau “Bagus, pilihanmu sudah betul”
10. Hindari
meyakinkan (mengatakan untuk memberi
dorongan, menyenangkan hati atau menghapus perasaan tak menyenangkan dalam diri
anak). Para ortu lebih baik tidak berkata, misalnya,”dengan potensimu, kamu
pasti bisa mengalahkannya” atau “itu, kan
hanya perasaanmu”.
11. Hindari
menyelidik atau mengusut (mendesak
dengan perkataan atau pertanyaan). Orang tua yang dapat berkomunikasi dengan
efektif tak hendak mengatakan kepada anaknya, misalnya, “Siapa yang ngomong
begitu sama kamu?” atau”terus-terus-terus…
12. Hindari
mengalihkan perhatian. Ada baiknya kalu ortu
menahan diri agar tak sampan berucap, seper “Lupakan saja” atau “kita ngomong
yang lain sajalah”
“MENDENGAR AKTIF”
Lantas orang tua boleh ngomong apa saja
dong, kalau larangannya sebuaaaanyak itu? Sebenarnya bicara apapun bisa, asal
tidak sampai menabrak rambu-rambu 12 hambatan komunikasi di atas. Dalam
keterampilan komunikasi cara menanggapi yang aman inilah yang dinamakn “Mendengar Aktif”
Kuncinya orang tua harus bersikap netral, baik
ucapan, pemikiran, maupun tindakan.Tidak lantas potong kompas, main larang
“Jangan…” atau “Nggak boleh…” atau melarang anak lewat bahasa tubuh. Misalnya
memelototi anak atau bahkan sampai memukul dan mencubit.
Tindakan
begini biasanya lantaran orangtua maunya buru-buru
menuntaskan masalah tanpa mempertimbangkan efeknya terhadap anak.. Yang terbaik
adalah orang tua mampu berempati
terhadap masalah yang dihadapi anak sehingga anak tidak merasa ditinggalkan.
Diperlukan
juga sikap tulus dan jauhi sikap
pura-pura. Sikap menerima untuk menjalin komunikasi yang hangat bisa
disampaikan secara non verbal, dengan perilaku (pelukan, elusan, tepukan, dsb.
Maupun ekspresi (tatapan dan intonasi suara yang bersahabat).
Perilaku
lain yang dapat memperlicin jalan komunikasi antara ortu dengan anak adalah
menghadap pada anak, menatap matanya, berbicara sepenuhnya, tidak melakukan hal
lain dan memberinya keleluasaan berbicara. Bisa juga jembatan komunikasi itu
dirangkaikan secara verbal dengan kata-kata, misalnya “oh..Mmm..ya..Bapak
mengerti”, “Ibu ikut prihatin”. Dengan kalimat panjang pun boleh, seperti “Bapak
mendengarkan, bisa kau teruskan”, atau “kamu dapat mengutarakan semuanya pada
ibu”. Hindari menggunakan kalimat
perintah, seperti “teruskan, bapak mendengarkanya kok”, atau “utarakan saja
pada ibu”.
Sebaiknya
ortu tidak menyela pembicaraan anak yang dapat membuatnya tidak tuntas
menyampaikan unek-unek. Begitu anak sudah menyampaikan sesuatu berarti ia
mempercayai orang tuanya. Itu pertanda pintu komunikasi sudah terbuka.
Selanjutnya kesempatan untuk menguak masalah anak dapat dilakukan dengan metode
mendengar aktif. Orang tua dapat mulai membantu anak beralih dari masalah yang
tampak secara fisik ke masalah yang lebih mendasar, yakni apa yang sesungguhnya
tengah dirasakan anak.
Pada
saat sedang bermasalah, anak biasanya menunjukan isyarat fisik. Misalnya marah,
diam sambil bersungut-sungut, menangis, dsb. Tugas orang tua adalah menggali
perasaan yang tersembunyi di balik itu. Apakah ia kecewa, sakit hati, jengkel,
sebal, benci, sedih, tersinggung, dongkol, takut, merasa bersalah, bingung,
kesepian…
Contoh Komunikasi macet akibat kesalahan
orang tua :
Tanti : Pulang
sekolah, tiba di rumah membuang tas di kursi, wajahnya kusut.
Ibu : Kamu sedang
sedih, sayang? (mendengar aktif)
Tanti : Saya benci
deh sama Edo!
Ibu : Mmm, kamu
nggak suka dengannya? (mendengar aktif)
Tanti : “Habis dia
menggoda terus sih!
Ibu : Apa
menurutmu karena dia jahil? (mendengar aktif)
Tanti : Dia godain
aku terus, aku benci digodain cowok!
Ibu : Ooo..karena itu. Tapi, itu nggak baik
lho..cewek nggak boleh sok sama cowok.”
(Larangan
3 : menilai dan memberi khotbah)
Tanti : Biarin ! (anak mulai kurang respek pada
ortu)
Ibu : Tanti,
sebaiknya kamu bersikap baik padanya agar dia juga baik kepadamu. (larangan4:
menasehati)
Tanti : (marah)
idiih.. Ibu ini apaan sih! (sambil ngeloyor pergi).
Komunikasi yang macet lantaran orang tua
salah strategi, sebenarnya masih bisa diperbaiki. Cuma sayangnya tidak banyak
orang tua yang menyadarinya, apalagi mengakui kalau kemacetan itu justru
lantaran ucapannya. (BERSAMBUNG)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar