Minggu, 17 Februari 2013

Anak cerdas II



MENDENGAR AKTIF ( Bagian1)

(Tulisan ini adalah intisari pengajaran dalam Pelatihan Menjadi Orang Tua Efektif (Parent Effectiveness Training) tentang Cara “Mendengar Aktif” yang programnya dirancang oleh Dr. Thomas Gordon, seorang ahli Psikologi Klinis dari AS.)

Pada umumnya sikap orang tua terhadap anaknya cenderung berperan sebagai penguasa, pengendali dan pemaksa keputusan dari setiap masalah, tak peduli masalah anak sekalipun. Hampir dalam setiap kesempatan anak cuma didudukan sebagai boneka tanpa hak untuk membela pendapatnya.
Betapa banyak orang tua yang begitu fasih mendendangkan syairnya kepada anak: ”Belajar! Jangan main melulu”, ”Kamu nggak boleh membantah!”. “Ini semua kan demi kamu”, “Pokoknya lakukan saja apa yang ibu bilang!”,  “Ayah lebih tahu daripada kamu”, dsb. Itulah antara lain contoh ucapan orang tua yang merendahkan anak. Makanya jangan heran kalau kemudian ada anak yang lari dari orang tua, baik secara fisik maupun psikologis.
Sekarang, mari kita melihat berbagai pantangan-pantangan komunikasi di bawah ini, yang merupakan “12 pantangan dalam Komunikasi Mendengar Aktif” :
1.          Hindari memerintah (menekan anak untuk melakukan sesuatu). Tabukan menyampaikan kalimat perintah, seperti, “Bantu Ibu sekarang juga”. Jauhi juga semua ucapan potong kompas yang diembel-embeli kata “jangan”. Jadi, yang namanya larangan “jangan begini, jangan begitu” mesti ditinggalkan dari kamus percakapan antara orang tua dengan anak.
2.          Hindari mengancam (mengatakan akibat-akibat yang akan terjadi kalau anak melakukan sesuatu), misalnya “Kalau kamu tidak mau belajar, sebaiknya kamu hidup di hutan saja” atau “Sekali lagi kamu ngomong jorok, Ibu tampar kamu”
3.          Hindari memberi khotbah (menjelaskan apa yang boleh atau seharusnya dilakukan). Lebih baik segera hapuskan dari kebiasaan semua perkataan “kamu nggak boleh atau “kamu harus…”
4.          Hindari menasehati (memberi saran atau penjelasan cara menyelesaikan suatu masalah). Seperti “lebih baik kamu mengalah” atau “Lewat sini saja biar nggak jatuh”
5.          Hindari memberi kuliah (mempengaruhi anak dengan membeberkan fakta, alasan, logika, atau pendapat pribadi). Kira-kira seperti ini: “Waktu Bapak seumur kamu, Bapak sudah bisa cari duit sendiri “
6.          Hindari menilai negatif, baik itu mengkritik, mencela, melecehkan, mengejek ataupun menyalahkan. Misalnya, “Begitu saja nggak bisa” atau “Maklum, namanya juga cewek”
7.          Hindari menjuluki. Seperti “Bodoh kamu” atau Dasar kamu anak manja”
8.          Hindari menganalisis (mengatakan mengapa anak sampan melakukan atau mengatakan sesuatu). Misalnya si anak mengadu setengah putus asa “Payah deh, pak, grup sepak bola kami kalah telak”. Sungguh tidak bijaksana kalau orang tua lantas menjawab “Habis, kalian kurang serius berlatih sih”
9.          Hindari memuji. “Kamu kan cantik” atau “Bagus, pilihanmu sudah betul”
10.      Hindari meyakinkan (mengatakan untuk memberi dorongan, menyenangkan hati atau menghapus perasaan tak menyenangkan dalam diri anak). Para ortu lebih baik tidak berkata, misalnya,”dengan potensimu, kamu pasti bisa mengalahkannya” atau “itu, kan hanya perasaanmu”.
11.      Hindari menyelidik atau mengusut (mendesak dengan perkataan atau pertanyaan). Orang tua yang dapat berkomunikasi dengan efektif tak hendak mengatakan kepada anaknya, misalnya, “Siapa yang ngomong begitu sama kamu?” atau”terus-terus-terus…
12.      Hindari mengalihkan perhatian. Ada baiknya kalu ortu menahan diri agar tak sampan berucap, seper “Lupakan saja” atau “kita ngomong yang lain sajalah”


“MENDENGAR AKTIF”

Lantas orang tua boleh ngomong apa saja dong, kalau larangannya sebuaaaanyak itu? Sebenarnya bicara apapun bisa, asal tidak sampai menabrak rambu-rambu 12 hambatan komunikasi di atas. Dalam keterampilan komunikasi cara menanggapi yang aman inilah yang dinamakn “Mendengar Aktif



Kuncinya orang tua harus bersikap netral, baik ucapan, pemikiran, maupun tindakan.Tidak lantas potong kompas, main larang “Jangan…” atau “Nggak boleh…” atau melarang anak lewat bahasa tubuh. Misalnya memelototi anak atau bahkan sampai memukul dan mencubit.
Tindakan begini biasanya lantaran orangtua maunya buru-buru menuntaskan masalah tanpa mempertimbangkan efeknya terhadap anak.. Yang terbaik adalah orang tua mampu berempati terhadap masalah yang dihadapi anak sehingga anak tidak merasa ditinggalkan.
Diperlukan juga sikap tulus dan jauhi sikap pura-pura. Sikap menerima untuk menjalin komunikasi yang hangat bisa disampaikan secara non verbal, dengan perilaku (pelukan, elusan, tepukan, dsb. Maupun ekspresi (tatapan dan intonasi suara yang bersahabat).
Perilaku lain yang dapat memperlicin jalan komunikasi antara ortu dengan anak adalah menghadap pada anak, menatap matanya, berbicara sepenuhnya, tidak melakukan hal lain dan memberinya keleluasaan berbicara. Bisa juga jembatan komunikasi itu dirangkaikan secara verbal dengan kata-kata, misalnya “oh..Mmm..ya..Bapak mengerti”, “Ibu ikut prihatin”. Dengan kalimat panjang pun boleh, seperti “Bapak mendengarkan, bisa kau teruskan”, atau “kamu dapat mengutarakan semuanya pada ibu”. Hindari menggunakan kalimat perintah, seperti “teruskan, bapak mendengarkanya kok”, atau “utarakan saja pada ibu”.
Sebaiknya ortu tidak menyela pembicaraan anak yang dapat membuatnya tidak tuntas menyampaikan unek-unek. Begitu anak sudah menyampaikan sesuatu berarti ia mempercayai orang tuanya. Itu pertanda pintu komunikasi sudah terbuka. Selanjutnya kesempatan untuk menguak masalah anak dapat dilakukan dengan metode mendengar aktif. Orang tua dapat mulai membantu anak beralih dari masalah yang tampak secara fisik ke masalah yang lebih mendasar, yakni apa yang sesungguhnya tengah dirasakan anak.
Pada saat sedang bermasalah, anak biasanya menunjukan isyarat fisik. Misalnya marah, diam sambil bersungut-sungut, menangis, dsb. Tugas orang tua adalah menggali perasaan yang tersembunyi di balik itu. Apakah ia kecewa, sakit hati, jengkel, sebal, benci, sedih, tersinggung, dongkol, takut, merasa bersalah, bingung, kesepian…

Contoh Komunikasi macet akibat kesalahan orang tua :
Tanti    : Pulang sekolah, tiba di rumah membuang tas di kursi, wajahnya kusut.
Ibu       : Kamu sedang sedih, sayang? (mendengar aktif)
Tanti    : Saya benci deh sama Edo!
Ibu       : Mmm, kamu nggak suka dengannya? (mendengar aktif)
Tanti    : “Habis dia menggoda terus sih!
Ibu       : Apa menurutmu karena dia jahil? (mendengar aktif)
Tanti    : Dia godain aku terus, aku benci digodain cowok!
Ibu       : Ooo..karena itu. Tapi, itu nggak baik lho..cewek nggak boleh sok sama cowok.” 
  (Larangan 3 : menilai dan memberi khotbah)
Tanti    : Biarin ! (anak mulai kurang respek pada ortu)
Ibu       : Tanti, sebaiknya kamu bersikap baik padanya agar dia juga baik kepadamu. (larangan4:
  menasehati)
Tanti    : (marah) idiih.. Ibu ini apaan sih! (sambil ngeloyor pergi).

Komunikasi yang macet lantaran orang tua salah strategi, sebenarnya masih bisa diperbaiki. Cuma sayangnya tidak banyak orang tua yang menyadarinya, apalagi mengakui kalau kemacetan itu justru lantaran ucapannya. (BERSAMBUNG)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar