1. Wujud
nyata dari rahmat Allah untuk seluruh makhluk
Allah Ta’ala
berfirman,
وَهُوَ
الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ
وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
“Dan
Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy
Syuura: 28). Yang dimaksudkan dengan rahmat di sini adalah hujan sebagaimana
dikatakan oleh Maqotil.[1]
2.
Rizki bagi seluruh makhluk
Allah Ta’ala
berfirman,
وَفِي
السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di
langit terdapat rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.”
(QS. Adz Dzariyat: 22). Yang dimaksud dengan rizki di sini adalah hujan
sebagaimana pendapat Abu Sholih dari Ibnu ‘Abbas, Laits dari Mujahid dan
mayoritas ulama pakar tafsir.[2]
Ath Thobari
mengatakan, “Di langit itu diturunkannya hujan dan salju, di mana dengan sebab
keduanya keluarlah berbagai rizki, kebutuhan, makanan dan selainnya dari dalam
bumi.”[3]
3.
Pertolongan untuk para wali Allah
Allah Ta’ala
berfirman,
إِذْ
يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء
مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ وَيُذْهِبَ عَنكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ
عَلَى قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الأَقْدَامَ
“(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya,
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan
hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk
menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu).” (QS. Al
Anfal: 11)
Ibnu Jarir
Ath Thobari rahimahullah mengatakan, “Hujan yang dimaksud di sini adalah
hujan yang Allah turunkan dari langit ketika hari Badr dengan tujuan mensucikan
orang-orang beriman untuk shalat mereka. Karena pada saati itu mereka dalam
keadaan junub namun tidak ada air untuk mensucikan diri mereka. Ketika hujan
turun, mereka pun bisa mandi dan bersuci dengannya. Setan ketika itu telah
memberikan was-was pada mereka yang membuat mereka bersedih hati. Mereka dibuat
sedih dengan mengatakan bahwa pagi itu mereka dalam keadaan junub dan tidak
memiliki air. Maka Allah hilangkan was-was tadi dari hati mereka karena sebab
diturunkannya hujan. Hati mereka pun semakin kuat. Turunnya hujan ini pun
menguatkan langkah mereka. ... Inilah pertolongan Allah kepada Nabi-Nya dan
wali-wali Allah. Dengan sebab ini, mereka semakin kuat menghadapi
musuh-musuhnya.”[4]
4. Sebagai
alat untuk bersuci hamba-hamba Allah
Dalilnya
adalah sebagaimana disebutkan dalam point ke-3, Allah Ta’ala berfirman,
وَيُنَزِّلُ
عَلَيْكُم مِّن السَّمَاء مَاء لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ
“dan
Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan
itu” (QS. Al Anfal: 11). Imam Ats Tsa’labi mengatakan, “Air hujan ini bisa
digunakan untuk menyucikan hadats dan junub.”[5]
5.
Permisalan akan kekuasaan Allah menghidupkan kembali makhluk kelak pada hari
kiamat
Hal ini
dapat kita saksikan dalam beberapa ayat berikut ini.
وَاللّهُ
أَنزَلَ مِنَ الْسَّمَاء مَاء فَأَحْيَا بِهِ الأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَةً لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
“Dan
Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi
sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
” (QS. An Nahl: 65)
وَهُوَ
الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ حَتَّى إِذَا
أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالاً سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ
الْمَاء فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ كَذَلِكَ نُخْرِجُ الْموْتَى
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan
Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami
halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran.” (QS. Al A’rof: 57)
إِنَّمَا
مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاء أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاء فَاخْتَلَطَ
بِهِ نَبَاتُ الأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالأَنْعَامُ حَتَّىَ إِذَا
أَخَذَتِ الأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ
قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا
حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِالأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami
turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman
bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila
bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan
pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba
datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan
(tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum
pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan
(Kami) kepada orang-orang berfikir.” (QS. Yunus: 24)
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي
الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاء مِن مَّاء
فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ
لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS.
Al Baqarah: 164)
وَمِنْ
آَيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا
الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى
إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan di
antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka
apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.
Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati.
Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat: 39)
وَأَحْيَيْنَا
بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ
“Dan Kami
hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya
kebangkitan.” (QS. Qaaf: 11)
6. Adzab
atas para pelaku maksiat
Hal ini
dapat kita lihat pada firman Allah Ta’ala tentang adzab pada kaum Nuh,
وَقِيلَ يَا
أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ
الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ
“Dan
difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan)
berhentilah," dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan
bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah
orang-orang yang zalim ."” (QS. Hud: 44)
Allah Ta’ala
juga menceritakan mengenai kaum ‘Aad,
فَلَمَّا
رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا
بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ
كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ
كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)
“Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka,
berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada
kami". (Bukan!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan
segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala
sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan
lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada kaum yang berdosa.” (QS. Al Ahqaf: 24-25)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha menceritakan,
وَكَانَ
إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِى وَجْهِهِ . قَالَتْ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا ، رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ
فِيهِ الْمَطَرُ ، وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِى وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ
. فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ عُذِّبَ
قَوْمٌ بِالرِّيحِ ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا ( هَذَا عَارِضٌ
مُمْطِرُنَا ) »
“Jika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat mendung atau angin,
maka raut wajahnya pun berbeda.” ‘Aisyah berkata, “Wahai Rasululah, jika
orang-orang melihat mendung, mereka akan begitu girang. Mereka mengharap-harap
agar hujan segera turun. Namun berbeda halnya dengan engkau. Jika melihat
mendung, terlihat wajahmu menunjukkan tanda tidak suka.” Beliau pun bersabda,
“Wahai ‘Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman? Siapa tahu ini adaah
adzab. Dan pernah suatu kaum diberi adzab dengan datangnya angin (setelah itu).
Kaum tersebut (yaitu kaum ‘Aad) ketika melihat adzab, mereka mengatakan, “Ini
adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kita.”[6]
Sajian ini
diambil dari buku penulis yang sebentar lagi akan diterbitkan Pustaka Muslim
seputar masalah fikih hujan. Semoga Allah mudahkan penerbitannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar