Selasa, 19 Februari 2013

Sejarah CANDI Cangkuang & Makam Syekh Arif Muhammad Leles - Garut



Selamat pagi sobat Web semua, saya kebetulan dapet tugas dari Kepala UPT Dinas Pariwisata Kecamatan Leles untuk mengetik ulang Sejarah singkat Candi Cangkuang dengan alasan karena tulisan yang pertama terlalu kecil untuk kalangan orang tua yang sebagian penglihatannya sudah mulai tidak jelas, maka dari itu saya kerjakan sebagai rasa syukur dan kebanggaan kita untuk Karunia-Nya yang telah menciptakan satu keajaiban di Kabupaten Garut. 
Inilah sekelumit sejarah Candi Cangkuang juga sekitarnya ... semoga bermanfaat ..... amiiinn



A.   CANDI CANGKUANG
Salah satu obyek wisata yang ada candinya di Jawa Barat, hanya ada di Cangkuang. Maka untuk itu perlu di lestarikan, hal ini adalah sebagai penghasil devisa Negara.
Kalau kita tinjau dari nama Candi Cangkuang itu tersebut, perlu kita ketahui sejarah nama Candi Cangkuang itu sendiri, nama “Cangkuang” diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh disekitar obyek wisata tersebut yang oleh masyarakat setempat namanya pohon cangkuang maka nama pohon tersebut dipakai nama Kampung dan Desa.
Tepatnya keberadaan obyek wisata dan sejarah itu adanya di Kampung Pulo Panjang Desa Cangkuang yang adanya di tengah-tengah danau Cangkuang, yaitu Pulo Panjang yang luasnya 10 Ha, sedangakan dengan danau keseluruhannya 25 Ha.
Candi Cangkuang ditemukan kembali pada tanggal 8 Desember 2012 oleh seorang ahli Purbakala Islam pada Lemabaga Purbakala, yaitu Drs. Uka Tjandrasasmita, beliau mengetahui adanya Candi Cangkuang tersebut setelah membaca sebuah buku karangan seorang Belanda pada tahun 1893 namanya Vooderman yang nama bukunya NOTULEN BATAVIACH GEENOOTSCHAP. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa ada dua peninggalan sejearah yaitu adanya Arca Shiwa Peninggalan Hindu dan Makam Arif Muhamad sebagai penyebar Agama Islam di cangkuang.
B.     PENELITIAN
Candi Cangkuang ditemukan kembali pada tanggal 8 Desember 1996 satu tahun kemudian diadakan penelitian yang dipelopori oleh Idji Hartaji (Alm), yaitu CV. Haruman. Setelah  diteliti oleh para ahli bukan saja ditemukan akan tetapi ditemukan pula pondasi Candi yang berukuran 4,50 cm, jadi pernyataan Vooderman itu bukan saja bekas menyimpulkan bahwa candi Cangkuang didirikan pada VII. Namun dalam pemugaran yang pertama dilaksanakan oleh CV. Haruman itu tidak tuntas sampai akhir.
     I.          MAKAM ARIF MUHAMMAD 
Seorang ahli purbakala Islam Drs. Uka Tjandra sasmita lebih lanjut mengadakan penelitian untuk membuktikan perkataan Vooderman itu, ditemukan pula makan Arif Muhamad dan perkampungan adat sebagai keturunan dari Arif Muhamad. Menurut cerita masyarakat kampung Pulo dahulu dalam penyebaran Agama Islam di Desa Cangkuang yang dipimpin oleh Arif Muhamad, beliau mempunyai 7 orang yang terdiri dari 6 putri dan 1 putra yang dilambangkan untuk perempuan pada rumah dan laki-laki pada mesjid. Mengenal keberadaan makam Arif Muhamad sebagai tokoh penyebar Agama Islam diperkuat oleh sebuah buku kuno yang ditulis Bahasa Arab Jawa Kawi, dimana buku tersebut berada di Karang Pawitan Kabupaten Garut. Dalam bukunya dikatakan pula bahwa Arif Muhamad betul-betul penyebar Agama Islam di daerah Cangkuang dan sekitarnya. Mengenai perjalanan Arif Muhamad sampai ke Desa Cangkuang dalam misinya untuk penyebaran Agama Islam, baiklah kita selusuri sejarahnya.
Arif Muhamad adalah seorang utusan Sultan Agung, beliau mendapat perintah untuk menyerang daerah Batavia yang pada saat itu diduduki oleh Belanda dan dipimpin oleh JP. Coen dalam penyerangan tersebut beliau mengalami kegagalam dan tidak kembali lagi ke Mataram melakinkan mencari daerah peristirahatan dan akhirnya sampailah beliau di Desa Cangkuang. Dalam penyebaran Agama Islam di Desa Cangkuang dan sekitarnya dipimpin oleh Arif Muhamad. Menurut para ahli diperkirakan abad XVII Masehi dibawah Panglima Besar Sultan Agung, yaitu Arif Muahamad dan sebelumnya di Desa Cangkuang ini telah terkembang Agama Hindu dan bukti adanya peninggalan sejarah yaitu sebuah Arca Shiwa.
  II.          RUMAH ADAT
Sebelah Barat dari Makan Arif Muhamad, terdapat kampung adat yaitu “Kampung Pulo”. Hal ini membuktikan adanya penyebaran Agama Islam di Desa Cangkuang. Rumah adat ini dari dahulu samapi sekarang tidak bertambah dan tidak berkurang. Masyarakat kampung Pulo ini semuanya adalah keturunan Arif Muhamad. Dalam penyebaran Agama Islam di Desa Cangkuang Arif Muhamad mempunyai keturunan 7 orang anak yang terdiri dari 6 perempuan dan 1 laki-laki sendangkan perempuan dilambangkan dengan rumah dan laki-laki dilambangkan dengan mesjid yang disebut Rumah Adat Kampung Pulo.
Ada hal lain pada masyarakat Kampung Pulo yang masih melekat sampai sekarang, yaitu mereka masih memgang teguh adat istiadat yang berlaku dari dahulu samaai sekarang yaitu terdapat 5 larangan adat istiadat yaitu sebagai berikut :
1.      Tidak boleh membuat rumah bnerbentuk Jure,Jelopong atau atas memanjang.
2.      Tidak boleh memukul Gong Besar
Dua larangan ini adalah suatu kejadian ketika Arif Muhamad akan menghitan anak laki-lakinya yang diusung di atas tenda berbentuk jure dengan dimeriahkan hiburan-hiburan yang diiringi musik Gong Besar, pada saat acara berlangsung datanglah angin topan, maka anak yang sedang diusung itu seketika terbawa angin topan dan meninggal dunia. Sejak kejadian itu Arif Muhamad memberi amanat untuk tidak membuat rumah berbentuk jure dan mengadakan hiburan yang diiringi dengan Gong Besar.
3.       Tidak boleh menambah dan mengurangi bentuk rumah dan kepala keluarganya yaitu 6 anak perempuan yang dilambangkan dengan rumah dan 1 anak laki-laki yang dilambangkan dengan mesjid.
4.       Tidak boleh berziarah ke Makam Arif Muhamad pada hari Rabu.
Maksudnya adalah dahulu dalam penyebaran Agama Islam pada hari Rabu, masyarakat Kampung Pulo tidak boleh melakukan pekerjaan yang lain kecuali mendalami Agama Islam.
5.      Tidak boleh memelihara binatang ternak berkaki empat yang besar seperti kerbau, kambing, sapi dan lainnya.
Maksudnya adalah masyarakat Kampung Pulo sejak dahulu sudah dinamakan dan ditanamkan polla hidup yang bersih dan masyarakat Kampung Pulo itu sebagian memiliki mata pencaharian bercocok tanam dan berladang.
III.          PROSES PEMUGARAN
A.    Candi Cangkuang ditemukan kembali pada tanggal 9 Desember 1966, dan diteliti pada tahun 1967 sampai tahun 1968, serta pemugarannya diserahkan kepada CV. Haruman yang dipimpin oleh Idjil Hartadi (Alm) tapi pemugaran yang pertama tidak tuntas sampai akhir.
B.     Pemugaran yang kedua dilakukan pada tahun 1974 - 1976 dilaksanakan oleh Proyek Pembinaan Depatermen P&K RI dalam pemugaran tersebut diadakan penggalian yang beradius 100 km dari pondasi Candi Cangkuang. Hal ini dilakukan untuk mencari batu-batu yang tersebar di sekitar lokasi tersebut. Akhirnya setelah batu-batu tersebut terkumpul batu yang asli dari candi tersebut hanya 40% saja tetapi dapat mewakili bangunan candi tersebut yang tingginya 8,6 m.
C.     Pemugaran dan renopasi komplek Rumah Adat Kampung Pulo yang terdiri dari 6 buah rumah dan 1 mesjid dapat baru direalisasikan 1 buah saja yang terbuat dari atap injuk.
D.    Musium untuk penyimpanan barang-barang bersejarah Candi Cangkuang dan peninggalan sejarah Islam terletak di sebelah Selatan terdapat Makam Syekh Arif Muhamad. Barang-barang yang terdapat dalam musium tersebut adalah Al-Qur’an, teks Khutbah Jum’at, buku Fiqih, Tauhid Syarita Islam dan Kumpulan Doa-doa. Semua ini ada dalam peninggalan Arif Muhamad yang terbuat dari kayu dan batu, juga terdapat batu Andesit untuk bahan campuran dan untuk perkakas rumah tangg, batu ini peninggalan Agama Hindu.

IV.          SARANA PERHUBUNGAN 
Untuk menuju obyek wisata Candi Cangkuang dapat ditempuh dengan sarana perhubungan antara lain kendaraan bermotor, dokar, rakti, ataupun dengan berjalan kaki. Pengunjung obyek wisata Candi Cangkuang dari Bandung harus menempuh arah Garut dan berhenti di Alun-alun Leles, jaraknya 4 km dari Alun-alun Leles, tempat lokasi dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain :
a.       Membawa Kendaraan Pribadi
Bagi pengunjung yang membawa kendaraan dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu membawa kendaraan tersebut sampai ke Desa Cangkuang dan berjalan kaki sejauh 1 km atau bagi pengunjung yang ingin menaiki fasilitas di obyek wisata Candi Cangkuang yaitu naik rakit, pengunjung harus menempuh jarak 3 km jalan beraspal menuju kampung Ciakar dan untuk menuju lokasi harus naik rakit 200 m.
b.      Pengguna Jasa Kendaraan Umum
Dari alun-alun Leles, pengunjung dapat menggunakan dokar/delman dan dengan petunjuk tukang delman Anda akan sampai tujuan.

Demikian sekilas sejarah Candi Cangkuang dan penyebaran Agama Islam di Desa Cangkuang serta fasilitas dapat Anda nikmati di obyek wisata Cangkuang
Penyusun,
AD. Rahmat BA.

Penulis 
S. Nurul Anwar

1 komentar:

  1. Saya pernah kesana, danau yang disebrangi luar biasa jernih dan banyak ikannya.
    hihih
    Pingin ke sana lagi lho
    kisah asal usul

    BalasHapus