Jumat, 22 Februari 2013

MENGIKAT CINTA DAN KASIH SAYANG


“Barang siapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, berarti imannya telah sempurna.” (H.R.Abu Dawud dan Tirmidzi).
ISLAM tidak melarang cinta kasih, justru islam sendiri adalah agama kasih dan menjunjung cinta pada sesama. Dalam Islam, cinta demikian di hargai dan menempati posisi sangan terhormat, suci, sakral. Islam sama sekali tidak alergi terhadap cinta. Islam mengakui penomena cinta yang tersembunyi dalam jiwa manusia.
Secara psiklologi, cinta merupakan emosi yang penting dalam kehidupan manusia. Cinta adalah faktor utama dalam membentuk keluarga dan mengikat individu-individu anggotanya agar saling membantu. Dalam dunia anak-anak, cinta ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak.
Menurut Dr. Muhammad ‘Utsman N. (2005), secara umum cinta merupakan faktor penting dalam membentuk hubungan sosial yang harmonis diantara manusia. Cinta mengikat seseorang dengan keluarganya, masyarakatnya, dan tanah airnya. Cinta pula yang mendorongnya untuk mengorbankan harta dan jiwanya untuk membela keluarga, masyarakat dan tanah airnya.
Lebih jauh, dalam Islam itu tidak menjadikan cinta sebagai komoditas yang rendah dan murahan. Cinta merupakan perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang. Di Islam cinta dibagi tiga tingkatan yang tersirat dalam Q.S. At-Taubah : 24, “Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kerabat-kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kami khawatirkan kerusakannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi lebih kau cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Dalam ayat tersebut terlihat jelas bahwa bahwa cinta tingkat pertama adalah cinta kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya yang kemudian disebut dengan cinta hakiki. Cinta tingkat kedua adalah cinta kepada keldua orang tua, istri, kerabat, dan sterusnya. Sedangkan cinta yang ketiga adalah cinta yang mengedepankan cinta harta, keluarga dan anak istri melebihi cinta pada Allah SWT, rasul-Nya dan jiahad dijalan-Nya.
Cinta pada Allah SWT mempunyai peranan penting dalam kehidupan seorang mukmin. Cinta kepada Allah SWT  akan mengarahkan perilaku dalam kehidupan dan mempengaruhi perbuatan serta ucapannya. Ia tidak akan melakukan sesuatu selain yang diridahi Allah SWT dan dapat mendekatkan dirinya kepada-Nya.
Untik itu, cinta kepada Allah SWT mestinya menjadi pijakan semua tindakan mukmin. Ia merupakan kekuatan yang bisa mengarahkan perilaku manusia ke arah kebaikan. Pokoknya, cinta kepada Allah SWT merupakan sumber utama semua rasa cinta seorang pada segala sesuatu.
Dari sinilah cinta hakiki itu akan melahirkan pelita. Cinta hakiki yang dilahirkan iman akan senantiasa memberikan kenikmatan-kenikmatan nurani. Cinta hakiki akan melahirkan jiwa rela berkorban dan mampu menundukkan hawa nafsu dan syahwat birahi. Cinta akan menjadi berbinar tatkala orang yang memilikinya mampu menaklukkan segala gejola dunia. Cinta Ilahi akan menuntun manusia untuk hidup berarti.
Dalam banyak keterangan, kita menemukan kalau Islam memandang cinta kasih itu sebagai rahmat. Maka seorang mukmin tidak dianggap beriman sebelum dia berhasil mencintai dirinya sendiri (H.R. Muslim). Demikian juga, terkait dengan perumpamaan dan kasih sayang dan kelembutan seorang mukmin, Islam menyebutkan bahwa ia adalah laksana kesatuan tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka akan merasakan pula tubuh yang lainnya, tidak bisa tidur dan demam (Bukahri Muslim). Seorang mukmin memiliki ikatan keimanan sehingga mereka menjadi laksana saudara (Al-Haujurat : 13). Dan cinta yang meluap, seringkali menjadikan seorang mukmin lebih mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri sekalipun mereka berada dalam kesusahan (Al-Hasyr : 9).
Akhirnya tidaklah berlebihan kalau dalam kaca mata Islam, disebutkan bahwa  mencintai dan dicintai itu adalah “risalah” suci yang harus ditumbuh suburkan dalam dada tiap pemeluknya. Makanya Islam menghalalkan perkawinan dan bahkan pada tingkat mewajibkan bagi mereka yang mampu. Islam tidak menganut “selibasi” yang mengebiri fitrah manusia. Sebab memang tidak ada raghbaniyah dalam Islam.
Untuk itu ikatlah secara benar makna cinta dan kasih sayang ini dalam kehidupan maupun gaya hidup setiap manusia, termasuk dalam kehidupan membangun rumah tangga. (Arda Dinata, Kompas )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar